Kamis, 21 Oktober 2010

Our True Love


Cinta adalah memberi, dengan segala daya dan keterbatasannya seorang pecinta akan memberikan apapun yang sekiranya bakal membuat yang dicintainya senang. Bukan balasan cinta yang diharapkan bagi seorang pecinta sejati, meski itu menjadi sesuatu yang melegakannya. Bagi pecinta sejati, senyum dan kebahagiaan yang dicintainya itulah yang menjadi tujuannya.

Cinta adalah menceriakan, seperti bunga-bunga indah di taman yang membawa kenyamanan bagi yang memandangnya. Seperti rerumputan hijau di padang luas yang kehadirannya bagai kesegaran yang menghampar. Seperti taburan pasir di pantai yang menghantarkan kehangatan seiring tiupan angin yang menawarkan kesejukkan. Dan seperti keelokan seluruh alam yang menghadirkan kekaguman terhadapnya.

Cinta adalah berkorban, bagai lilin yang setia menerangi dengan setitik nyalanya meski tubuhnya habis terbakar. Hingga titik terakhirnya, ia pun masih berusaha menerangi manusia dari kegelapan. Bagai sang Mentari, meski terkadang dikeluhkan karena sengatannya, namun senantiasa mengunjungi alam dan segenap makhluk dengan sinarannya. Seperti Bandung Bondowoso yang tak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India, di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari cinta.

Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik. Cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.

Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita nikmati dengan cinta. Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan.

Tentang Cinta itu sendiri, Rasulullah dalam sabdanya menegaskan bahwa tidak beriman seseorang sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya. Al Ghazali berkata: "Cinta adalah inti keberagamaan. Ia adalah awal dan juga akhir dari perjalanan kita. Kalaupun ada maqam yang harus dilewati seorang sufi sebelum cinta, maqam itu hanyalah pengantar ke arah cinta dan bila ada maqam-maqam sesudah cinta, maqam itu hanyalah akibat dari cinta saja."

Disatu sisi Allah Sang Pencinta sejati menegaskan, jika manusia-manusia tak lagi menginginkan cinta-Nya, kelak akan didatangkan-Nya suatu kaum yang Dia mencintainya dan mereka mencintai-Nya (QS. Al Maidah:54). Maka, berangkat dari rasa saling mencintai yang demikian itu, bandingkanlah cinta yang sudah kita berikan kepada Allah dengan cinta Dia kepada kita dan semua makhluk-Nya.

Wujud cinta-Nya hingga saat ini senantiasa tercurah kepada kita, Dia melayani seluruh keperluan kita seakan-akan Dia tidak mempunyai hamba selain kita, seakan-akan tidak ada lagi hamba yang diurus kecuali kita. Tuhan melayani kita seakan-akan kitalah satu-satunya hamba-Nya. Sementara kita menyembah-Nya seakan-akan ada tuhan selain Dia.

Apakah balasan yang kita berikan sebagai imbalan dari Cinta yang Dia berikan? Kita membantah Allah seakan-akan ada Tuhan lain yang kepada-Nya kita bisa melarikan diri. Sehingga kalau kita "dipecat" menjadi makhluk-Nya, kita bisa pindah kepada Tuhan yang lain.

Tahukah, jika saja Dia memperhitungkan cinta-Nya dengan cinta yang kita berikan untuk kemudian menjadi pertimbangan bagi-Nya akan siapa-siapa yang tetap bersama-Nya di surga kelak, tentu semua kita akan masuk neraka. Jika Dia membalas kita dengan balasan yang setimpal, celakalah kita. Bila Allah membalas amal kita dengan keadilan-Nya, kita semua akan celaka. Jadi, sekali lagi bandingkan cinta kita dengan cinta-Nya. Wallahu a'lam bishshowaab.

By: Bayu Gautama

Jumat, 03 September 2010

Untuk Pertama Kalinya Lebaran Tidak Berasama Keluarga

PART 1
Huaaa,,, hari yang ditunggu-tunggu oleh teman-temanku. Ayo tebak!!! Yapz, benar. Hari ini kuliah terakhir, semuanya pada buru-buru mau mudik. Mudik,,, mudik,,, mudik,,,
Hari ini ada 3 matakuliah, 07.00-08.40 Kolikium Sosiologi Umum, 09.00-10.40 Pengetahuan keIlmu-ilmu Pertanian (PIP), 14.00-15.40 Pengantar Matematika (PM).
Dikarenakan aq sudah lulus martikulasi PM (alhamulillah), jadi aq tidak perlu lagi masuk di kelas PM, itu artinya bisa mudik lebih awal. Oowwowww, ada yang lupa. Hari ini ada test wawancara century. Pupus sudah rencana mw mudik setelah zuhur.

PART 2
Balik sana balik sini, ngintip sana ngintip sini. Waduh deg-degan nih, ditanya apa aja y??? trus disuruh ngapain aja??? (Handphone,,, handphone,,, 083180xxxxxx), seperti biasa kalo dalam situasi seperti ini menelfon kakakku itu solusi yang paling tepat.
Aku    : jika pertanyaannya begini maka harus jawab bagai mana???
My Sizta: blablablabla... SEMANGAT! OYA PASTI BISA! JANGAN LUPA BERDO’A!
Aku    : OK un, maksih banyak (tuuuuut tut)
Akhirnya wawancara terselesaikan dengan sangat tidak memuaskan.

PART 3
Walaupun barang yang akan dibawa sudah disiapkan dari semalam, entah mengapa aku membongkarnya lagi dan menyusun ulangnya di travelbagku berharap travelbagku tidak kelihatan terlalu gendut. Padahal menurutku, susunan sekarang tidak ada perubahan yang signifikan dari susunan yang sebelumnya.
Bawaanku tidak kalah hebohnya dengan orang mudik sesungguhnya (maksudnya orang yang pulang ke kampung halamannya yang beda provinsi maupun beda pulau. Dengan kata lain menempuh perjalannan yang jauh). Karena harga tiket pesawat melambung tinggi, setinggi terbananya. Dan karena aku tidak mau hanya sebentar di rumah (kampung halamanku Payakumbuh-Sumatera Barat) maka aku putuskan tahun ini tidak lebaran di rumah bersama keluarga tercinta.
Bak model berjalan di ketwalk, aku menarik travelbagku menelusuri lorong asrama. Tiap orang yang berpapasan denganku menyapa sembari mengatakan “hati-hati di jalan, jangan lupa oleh-olehnya. Penerbangan jam berapa???” aku hanya tersenyum. Gimana mau menjawabnya,,,

PART 4
“(Tening ne not) kereta ekonomi munuju Jakarta Kota sekarang telah berada di Cilebut”
STASIUN BOGOR. Ekonomi, BOGOR-JAKARTA KOTA, Rp1.500,00.

Sayang, aku tidak bisa menggunakan kereta ekonomi ac, dikarenakan berangkatnya pukul 18.30. Bagiku yang sudah berada di stasiun ini pukul 17.00, itu waktu yang cukup lama untuk ditunggu. Jadiku putuskan kali ini untuk melanggar wejangan dari ibunda tercintaku untuk tidak naik kereta ekonomi (I’m so sorry my mom).
Setelah tiket ditangan, dengan hati-hati melewati rel kereta aku segera menuju jalur 5. Dengan mengangkat koper, ku masuk ke gerbong kereta. Ku berjalan dari gerbong yang satu ke gerbong yang lainnya. Disetiap kaki yang kulangkahkan memasuki gerbong berikutnya, kuberharap masih ada tempat duduk yang kosong. Wah ternyata gerbong ini tidak, oh mungkin gerbong berikutnya. Ya, pasti yang berikutnya ada. Ternyata sama saja…

Bogor – Cilebut – Bojong, akhirnya adzan maghrib pun berkumandang, itu tandanya BERBUKA. Pemberhentian selanjutnya Citayem – Depok Lama. Alhamdulillah nyampe juga. Tapi perjuanganku belum selesai, aku harus naik angkot (angkot 05) dulu dan berjalan 96 langkah (kebetulan aku hitung, iseng…) dari pagoda yang bertuliskan “Perumahan Depok Regency” untuk sampai di rumah saudara sepupuku.

Selasa, 13 Juli 2010

Perjalanan Menuju Cita-cita


Hah..... Akhirnya hari itu datang juga. Setelah beberapa minggu menunggu dengan melakukan beberapa kegiatan juga, sekarang tepatnya besok pagi aku akan meninggalkan, untuk sementara waktu, kota kelahiranku ini (Payakumbuh-red).

Heboh, pokoknya malam ini begitu heboh. Aku jadi keingat lagi ama hari dimana aku selesai "khatam al qur'an". Ya, lebih kurang suasana sekarang di rumah ku seperti itu. Beberapa sanak famili ku datang. Kami cerita-cerita sambil sesekali tertawa lepas dan momen yang paling aku suka adalah....................... saat sanak familiku menyelipkan sesuatu ke tanganku saat kami bersalaman. Kamu tau apa itu? Aha....betul sekali, itu adalah uang. Ya, semacam THR gitu lah, maksudnya "Tunjangan Hidup di Rantau", ha...ha....

Oke.... kita lanjutkan. Perasaanku agak aneh malam itu. Deg-degan bercampur dengan senang, akhirnya menyebabkan komplikasi akut pada mataku, yaitu nggak bisa tidur. Benar-benar suatu sindroma perjalanan jauh.

Semua barang sudah tersusun rapi di bagasi Taxi. Kulihat-lihat lagi tak ada satu pun yang kurang. Sembari menenteng tas yang ku bawa, aku, mama dan papa melangkah memasuki ruang check in. Menyebalkan sekali. Kamu tau nggak apa yang terjadi setelah itu? Pesawat ku di delay. Gimana nggak BeTe tuh.

Dalam masa penantian. Tak kubuang kesempatan ini hanya dengan bermenung dan duduk termenung (waduh ribet kali bahasa ku ini). Ku keluarkan handycam yang dari tadi hanya tergantung tak berdaya di leher papa ku. Langsung saja ku abadikan momen-momen yang ku anggap istimewa ini.


Beberapa jam telah berlalu. Akhirnya, nomor penerbangan kami pun dipanggil. Semua penompang yang memiliki tiket pesawat dengan nomor penerbangan yang sama dengan ku segera bergerak tanpa komando ke pintu yang sudah di tentukan. Seketika ruangan itu menjadi ribut.

Aku jalan berdampingan dengan mama ku. Ku tau, bagaimana perasaan beliau sekarang. Ya, mungkin hampir sama dengan perasaanku beberapa tahun yang lalu, saat aku pertama kali mencecahkan kaki ku di kabin pesawat. Inilah saat pertama beliau bepergian dengan pesawat.

Aku yakin, perasaannya bercampur aduk sekarang, ya terlihat jelas di wajahnya. Namun, iya tak pernah menunjukan hal itu padaku. Mungkin sesekali, saat pesawat memasuki awan, dengan reflek tangannya memegang tangan ku sembari mengucap "astafirullah...". Lucunya, papa selalu mengoda mama dengan selalu mengejeknya, ha....ha.... lucu deh. Alhamdulillah, kami sampai di bandara soekarno hatta dengan selamat.

Hari-hari berikutnya, akan ada banyak pengalaman seru yang bakalan aku ceritakan.
Bogor, I'm here now.....

Kamis, 10 Juni 2010

My Personality ^_^

Realis Sosial


Tipe Realis Sosial adalah orang-orang populer yang penuh energi. Mereka dapat diandalkan, terorganisir dengan baik, dan senang menolong. Nilai-nilai tradisional penting bagi mereka. Pembentukan keluarga juga memegang peran utama dalam kehidupan mereka. Tipe Realis Sosial memiliki sifat sosial yang menonjol. Mereka selalu siap mendengarkan kegelisahan dan masalah orang lain dan tidak pikir panjang ketika dimintai bantuan. Dengan empati dan pengertian, mereka dapat merasakan apa yang dibutuhkan orang lain. Tipe Realis Sosial selalu bersedia menghargai sifat-sifat baik orang lain dan memaafkan kelemahan orang itu. Mereka yang paling mudah bergaul dari seluruh tipe kepribadian. Kontak sosial sangat penting bagi mereka.

Tipe Realis Sosial sangat sulit menerima konflik dan kritik – keharmonisan adalah ramuan mujarab bagi hidup mereka. Pengakuan dan harga diri sangat penting bagi tipe ini. Di sisi lain, diferensiasi bukan salah satu kekuatan mereka. Dalam pekerjaan dan kemitraan, mereka setia, berkomitmen, dan selalu siap jika dibutuhkan. Mereka mudah berteman karena keterbukaan dan kehangatan mereka, dan mereka memiliki lingkaran besar pertemanan. Dalam asmara, mereka bisa dipercaya, penuh perhatian, dan menyayangi pasangan mereka dengan imajinasi dan kepekaan besar. Tipe Realis Sosial menunjukkan perasaan mereka dengan terbuka dan jujur. Jika hubungan mereka putus, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri. Itulah sebabnya mereka sulit mengakhiri hubungan sekalipun hubungan itu sudah tidak berhasil memenuhi kebutuhan mereka.

Tipe Realis Sosial adalah tipe yang lebih konservatif. Mereka memiliki tata nilai dan aturan yang kaku yang berorientasi pada tradisi yang tak lekang oleh waktu. Mereka lebih menyukai lingkungan dan proses kerja yang jelas dan terstruktur; mereka tidak menyukai terlalu banyak perubahan dan gejolak. Kekuatan mereka terletak pada diri mereka yang teliti dan dapat diandalkan dan bukan pada keluwesan dan spontanitas mereka. Tipe Realis Sosial hanya terbuka hingga batas tertentu terhadap hal-hal baru. Namun, jika Anda mencari orang untuk menyelesaikan tugas dengan dapat diandalkan dan tepat, merekalah orangnya.

Gimana??? Mirip nggak ama aku?
Kalau teman-teman semua juga mau tau gimana kepribadiannya, nih aku kasih link nya
Ipersonic
Semoga bermanfaat .............

Rabu, 19 Mei 2010

...Aoya Design...


Ho...ho....ho....
Sekarang "Aoya Design" sedang berusaha merangkak untuk meniti karir kedepan. Ceile...., doain aja ya teman-teman supaya semua cita-cita "Aoya Design" bisa terwujud. Salah satunya...........buat butik "Aoya". Emang sih, sekarang masih kesil-kecilan. Baru terima orderan dari teman-teman dekat dan teman-teman kakak. Tapi, ini aja udah buat aku lembur untuk beberapa hari. Weleh....weleh..... Gimana badan yang kurus ini nggak tambah kurus ya???


Tapi tak apa, demi merajut suatu cita-cita yang kelak, aku bisa melihat secara nyata mimpi yang selama ini hanya kulukiskan dalam pikiranku.

Beberapa hasil karya "Aoya Design"


(Bendo)


(Kalung)


(Kalung)

(Tas)


(Tas)

Satu lagi, aku juga jual rok loh, tapi nggak ada photonya........... ^_^
Semoga menginspirasi..........


Selasa, 13 April 2010

Lipatan kecil yang diabaikan…


Lipatan karpet itu tidak fenomenal, tapi menjadi fenomenal bagi ku. Karpet yang terlipat itu tepat di depan pintu masuk mesjid. Tak ada satu orang pun yang perhatian dengan lipatan karpet itu. Tidak juga dengan aku sebenarnya. Tapi mungkin karena posisi duduk ku yang persis di samping pintu masuk mesjid, memaksaku untuk “ngeh”.

Setiap orang masuk, aku tersadar. Kenapa? Karena lipatan kecil pada karpet itu selalu “mengait” setiap kaki yang masuk. Satu orang, dua orang, tiga orang, sampai….. entah…. Sekarang entah sudah berapa orang, aku pun tidak menghitungnya atau tepatnya sulit untuk menghitungnya. Karena, hampir 99,99% yang masuk mesjid, kakinya akan terkait dengan lipatan karpet itu. Tapi tak ada satu orang pun yang “ngeh”. Tidak juga aku sebenarnya.
Satu orang lagi masuk, ujung jari kakinya menyentuh lipatan itu lagi, aku melirik lagi ke lipatan itu. Ketika satu orang masuk lagi, lipatan itu “mengait” kakinya lagi. Sampai-sampai dia tergamang dan hilang keseimbangan, beruntung kalau dia saat itu tidak terjatuh.

Ya, begitulah. Kita selalu menyepelekan hal-hal kecil. Masalah-masalah kecil. Padahal mungkin saja hal itu yang kan membuat kita terjatuh. Ya, mungkin kita baru SADAR atau “baru akan SADAR” saat kita TERJATUH, saat darah telah mengucur pada salah satu anggota tubuh kita. Nauzubillah. Akankah kita korbankan sesuatu yang tak sepatutnya berkorban? Sebenarnya pribahasa klasik ini masih berlaku, maka lakukanlah “MENCEGAH ITU LEBIH BAIK DARI MENGOBATI”.

Lipatan karpet yang diabaikan ini, mungkin bisa kita analogikan dengan kehidupan sehari-hari kita. Lipatan itu bak masalah kita. Atau seperti kesalahan-kesalahan kecil kita yang selalu kita abaikan. Lama-lama kesalahan itu menggunung dan menghimpit kita. Maka SADAR lah sebelum kita TERPAKSA HARUS SADAR.
Sampai saat ini, tak ada satu pun yang “ngeh” dengan lipatan karpet itu. Tidak juga aku sebenarnya….


(Mesjid Dawa’ul Ilmi Fakultas Kedokteran Unand – Bada’ Tasqif)
By: Aasiyah Haniifah